Halo semuanya dan salam kenal dari saya. Ada orang lain yang ingin berlatih bahasa Melayu/Indonesia-nya di sini? Saya secara khusus mencari orang yang boleh berbicara/bercakap dalam bahasa Melayu pasar Ambon (Ambonese Malay creole) tapi saya fikir karena tiada ruang khusus untuk bahasa Melayu/Indonesia pada umumnya, boleh juga untuk membantu sesama rekan pelajar bahasa yang mahu berlatih. Saya dari Afrika Selatan tapi orang tua dari Indonesia dan pernah tinggal di Malaysia (budak Serawak kot ) sehingga saya memiliki pengalaman dengan kedua-dua bahasa resmi/rasmi.
Saya dah lama tak berbahasa Melayu, jadi sekarang ni dah tak berapa fasih. Jika Alexander nak berlatih, kita boleh berbual and bertutur bersama-sama.
Baru-baru ni saya dapat tahu bahawa ada banyak perkataan biasa yang maknanya berbeza diantara BM and BI. Contohnya, perkataan biasa seperti “bual” (to chat) dalam BM – ertinya berbohong (to lie) dalam BI.
Sebagai penutur Bahasa Melayu, saya fikir sebenarnya tak berapa senang mempelajari BI baku walaupun 90% daripada kedua-dua bahasa tak berbeza sangat.
Sememang betul bahwa walaupun BI dan BM (Baku) dalam kajian linguistik adalah register rasmi/resmi dari bahasa Melayu Riau-Johor sehingga secara kajian linguistik kedua “bahasa” ini masihlah satu bahasa, tentunya ada berbagai perkataan yang memiliki perbezaan/perbedaan makna di antara keduanya. Contoh lain yang masih saya ada ingat, adalah kata bisa di BM Baku yang memiliki erti/arti satu saja/sahaja yaitu poison tapi dalam BI kata bisa juga pon memiliki erti/arti can seperti boleh di BM Baku. Tapi kembali juga di dialek Melayu Sarawak dan Melayu Sabah, kata bisa pon juga dipakai seperti umumnya dalam BI maupun dialek-dialek Melayu tempatan/setempat di Indonesia seperti Melayu Pontianak, Melayu Belitung etc.
Saya pon waktu tinggal kat Sarawak, Jakarta dan Ambon harus code-switch sebab banyak perbezaan diantara senarai/daftar perkataan yang dipakai, terlebih rerata penutur BI/BM memiliki diglossia antara bahasa rasmi/resmi dan bahasa sehari-hari.
Banyak kata pinjaman daripada bahasa-bahasa China seperti Hokkien, Konghu, Hakka maupun bahasa-bahasa India seperti Tamil dan Punjabi pada kosakata penutur BM di Malaysia Semenanjung dan Singapura. Di Sarawak ini ditambah juga oleh kata pinjaman dari bahasa Bidayuh dan Iban. Dialek Melayu Serawak cukuplah sulit untuk saya pelajari di bulan-bulan pertama, terlebih karena saya sememang terdengar sungguh baku xD.
Begitu juga di BI, banyak kata pinjaman daripada bahasa Belanda yang tak lazim dijumpai pada BM (Baku) sememangnya karena bahasa Belanda adalah bahasa kerajaan/pemerintah kolonial di Indonesia. Pon setelah 75 tahun merdeka, banyak pengaruh daripada bahasa-bahasa tempatan di Indonesia seperti Jawa (bahasa terbesar di Indonesia), Sunda, Minang, Batak hingga bahasa Melayu Pasar Timur Indonesia seperti Melayu Ambon dan Melayu Manado di dalam BI (ex; baku hantam). Dalam waktu ini, pengaruh dari bahasa-bahasa non-Melayu ini pon mempengaruhi penutur asli bahasa Melayu di Indonesia di Sumatra maupun Kalimantan.
Saya cukup senang semasa tinggal di Indonesia dan Malaysia mempelajari keduanya, terlebih karena bahasa rumah saya adalah bahasa Inggris sehingga musti bertanya dengan orang tua/orang lain untuk memastikan penggunaan kata yang sesuai konteks .
Salam kenal mas Alex dan wenchong, ini Ed dari Fukuoka, JP (sekarang), asalnya dari California.
Kalau di bhs Melayu, ‘different’ itu “beza”? Iya, menarik banget karena kalau di bhs Indonesia, kata itu “beda”. Saya ada teman yg berbahasa Melayu, dan perhatikan logat/cara lisannya agak “berbeda” - mungkin logat-logatnya agak lumayan bagi orang Indonesia, tp bagiku (yg berasal dari tempat lain), logat itu sulit tenang didengar dan makan waktu yg agak lama untuk menjadi cara “biasa”. Oke, sekian dulu - harus siapin dulu, ya! Sampai nanti.
Saya kira perbedaan lafal z atau d bukanlah sesuatu yang cukup drastis karena perbedaan lafal juga ada di dalam bahasa Inggris (e.g; Commonwealth English v. American English) dan ada karena perbedaan pelafalan dalam kata serapan; baik beza (BM) dan beda (BI) berasal dari kata Sanskrit/Sansekerta [भेद] (bheda). Sama dengan kata serapan dari bahasa Arab, fikir (BM) dan pikir (BI) adalah kata serapan dari فِكْر (fikr) di mana huruf f tetaplah sama di BM (Baku) tapi mengalami palatisasi ke -p di banyak bahasa tempatan/setempat di Indonesia dan mempengaruhi ejaan populer di BI.
Kembali, menurut saya bahasa Indonesia baku masih satu register resmi dari bahasa Melayu dialek Riau-Johor, terlepas dari politik kebahasaan (tidak ada bahasa Indonesia sebelum tahun 1928, dan sampai sekarang BI masih disebut sebagai Bahasa Melayu oleh orang tua di daerah ibu saya) walaupun bahasa Indonesia tak baku mengalami diglossia yang drastis dalam perkembangannya .
Saya pikir logat Melayu Semenanjung pun tidak mudah difahami oleh orang dari Jawa, Bali, Sulawesi ataupun Maluku tapi sangat mudah dimengerti oleh penutur asli BM dari Sumatra dan Kalimantan karena itu adalah bahasa rumah mereka sementara bagi banyak orang Indonesia, BI adalah bahasa kedua yang dipelajari setelah bahasa tempatan/setempat.
P.S: For personal reasons, I don’t really like the “mas” honorific. I prefer the more egalitarian “bung” or preferably just my name if that’s okay with you
Ya, perkataan “bisa” (yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam BI) yang dulu saya ingat maknanya “biasa” tapi makna sebenarnya “boleh”. Perkataan-perkataan seperti “gampang”, “butuh”, “buntut”, dll, walaupun adalah perkataan-perkataan biasa di Indonesia, semuanya mempunyai makna-makna yang tidak sopan dalam BM. Bahaya berbahasa Indonesia di Malaysia! (j/k orang Malaysia tak kisah sangat)
Fenomena diglossia dalam Bahasa Melayu sememangnya suatu fenomena yang dapat diperhatikan online dan offline. Contohnya:
"Korang nak gi mane?
Takde lah, kitaorang nak gi kat tempat tu tok jalan-jalan.
Ya ke takye?" (bahasa sehari-hari)
Engkau orang hendak pergi [ke] mana?
Tak ada lah, kita [orang] hendak pergi ke [dekat] tempat itu untuk berjalan-jalan.
Ya ataupun tidak? (bahasa baku)
Rasa saya, bagi penutur BI, perbualan ini mungkin sukar difahami.
Haha bukan orang Indonesia sahaja tapi orang Malaysia Semenanjung dan Singapura pon banyak silap waktu pergi kat Sarawak sebab banyak kata-kata di Melayu Serawak pon yang berbeza arti dengan Melayu Semenanjung seperti tikam (baling), punggong (belakang badan, bukan yang di bawah ), paluk (pukul).
Rasa saya, bagi penutur BI, perbualan ini mungkin sukar difahami.
Saya setuju, tapi tak semua sebab kembali bagi penutur asli bahasa Melayu di Sumatra dan Kalimantan/Borneo ini jugalah bahasa sehari-hari mereka
Halo, aku Astari, native Indonesian dari Jakarta. Untuk Bahasa Melayu aku ga terlalu bisa, cuma tau beberapa kata yang mirip tapi artinya beda di Bahasa Indonesia (dan jadi lucu) misalnya yg paling terkenal itu kata “kereta”, di BI artinya “train” dan di BM “car”, atau “boleh” di BI artinya “to be allowed/permitted”, di BM jadi “to be able to”. Seneng ketemu orang-orang yang jago bahasa Bahasa Indonesia dan Melayu di sini!
Ya memang ada diglossia dalam beberapa kata antara banyak orang Indonesia (kecuali mungkin penutur asli Bahasa Melayu di Sumatra) dengan orang Malaysia, tetapi seperti yang sudah aku tulis di atas, beberapa kata yang terdengar “ganjil” juga memiliki arti yang sama di dialek Melayu Sarawak yang lebih dekat ke Melayu Pontianak .